AL-QUR’AN SEBAGAI OBAT PENYEMBUH PENYAKIT ROHANI/JIWA



Oleh : H. Abd Hamid Abdullah
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
“Dan (sedangkan) Kami telah menurunkan al-Qur’an sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan ia tidaklah menambah kepada orang-orang yang dhalim selain kerugian”.
Allah telah menurunkan al-Qur’an sebagai obat penawar keraguan dan penyakit-penyakit yang ada dalam dada. Al-Qur’an juga adalah rahmat bagi orang-orang yang beriman dan ia (al-Qur’an) tidaklah menambah kepada orang-orang yang dhalim selain kerugian disebabkan oleh kekufuran mereka
Kata شِفَاء syifa’ biasa diartikan kesembuhan atau obat dan digunakan juga dalam arti keterbebasan dari kekurangan atau ketiadaan aral dalam memperoleh manfaat.
Bahwa sementara ulama memahami ayat-ayat al-Qur’an dapat juga menyembuhkan penyakit-penyakit jasmani. Mereka merujuk kepada sekian riwayat yang diperselisihkan nilai dan maknanya, antara lain riwayat oleh Ibn Mardawaih melalui sahabat Nabi SAW, Ibn Mas’ud RA yang memberitakan bahwa ada seseorang yang datang kepada Nabi SAW mengeluhkan dadanya, maka Rasul SAW bersabda: “Hendaklah engkau membaca al-Qur’an”. Riwayat dengan makna serupa dikemukakan juga oleh al-Baihaqi melalui Wai’lah Ibn al-Ashqa’.
Prof Quraisy Syihab berpendapat bahwa yang dimaksud dalam ayat dan hadits Nabi itu bukanlah penyakit jasmani, tetapi ia adalah penyakit rohani/jiwa yang berdampak pada jasmani. Ia adalah psikomatik. Memang tidak jarang seseorang merasa sesak nafas, dada bagaikan tertekan karena adanya ketidakseimbangan rohani.
Sufi besar al-Hasan al-Bashri -sebagaimana dikutip oleh Muhammad Sayid Thanthawi- dan berdasar riwayat Abu As-Syeikh berkata: ”Allah menjadikan al-Qur’an obat terhadap penyakit-penyakit hati, dan tidak menjadikannya obat untuk peyakit jasmani”.
Thabathaba’i memahami fungsi al-Qur’an dalam arti menghilangkan dengan bukti-bukti yang dipaparkannya aneka keraguan/syubhat serta dalih yang boleh jadi hinggap di hati sementara orang. Hanya saja ulama ini menggarisbawahi bahwa penyakit-penyakit tersebut berbeda dengan kemunafikan apalagi kekufuran. Di tempat lain dijelaskannya bahwa kemunafikan adalah kekufuran yang disembunyikan, sedang penyakit-penyakit kejiwaan adalah keraguan dan kebimbangan batin yang hinggap dihati orang-orang beriman.
Rahmat Allah dipahami dalam arti bantuan-Nya sehingga ketidakberdayaan itu tertanggulangi. Bahkan -seperti tulis Thabathaba’i- rahmat-Nya adalah limpahan karunia-Nya terhadap wujud dan sarana kesinambungan wujud serta aneka nikmat yang tidak terhingga.
Rahmat Allah yang dilimpahkan-Nya kepada orang-orang mu’min adalah kebahagiaan hidup dalam berbagai aspeknya, seperti: pengetahuan tentang ketuhanan yang benar, akhlak yang luhur, amal-amal kebajikan, kehidupan berkualitas di dunia dan di akirat, termasuk perolehan surga dan ridho-Nya. Karena itu jika al-Qur’an disifati sebagai rahmat untuk orang-orang mu’min, maka maknanya adalah limpahan karunia kebajikan dan keberkahan yang disediakan Allah bagi mereka yang menghayati dan mengamalkan nilai-nilai yang diamanatkan al-Qur’an.
Ayat ini membatasi rahmat al-Qur’an untuk orang-orang mu’min, karena merekalah yang paling berhak menerima sekaligus paling banyak memperolehnya.  Akan tetapi ini bukan berarti bahwa selain orang mu’min tidak memperoleh walau secercah dari rahmat akibat kehadiran al-Qur’an. Perolehan mereka yang sekedar beriman tanpa kemantapan, jelas lebih sedikit dari perolehan orang mu’min dan perolehan orang kafir lebih sedikit dibanding orang-orang yang sekedar beriman.
1.   Keutamaan Surat al-Fatihah
Allah menjadikan al-Fatihah sebagai hujjah, penyembuh, pemelihara dan pelindung bagi kita. Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh aku akan mengajarkan padamu surat paling agung yang diturunkan padaku, sebelum engkau keluar dari masjid”. Maka menjelang keluar masjid, Rasulullah SAW mengajarkan kepadanya as-Sab’ul Matsani (HR. Bukhari)

Rasulullah bersabda: “Allah SWT berfirman: “Aku membagi sholat antara Aku dan hambaKu menjadi 2 bagian. Jika hambaKu berkata: ”Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam”. Allah berkata: “HambaKu memuji Aku”. Apabila ia mengucapkan: ”Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. Allah berfirman: “HambaKu menyanjungKu”. Apabila ia mengucap: “Yang menguasai hari pembalasan” Allah berfirman: “HambaKu memuliakanKu”. Apabila ia mengucapkan: ”Hanya kepadaMu aku menyembah dan hanya kepadaMu aku memohon pertolongan”, Allah berfirman: “Ini antara Aku dan hambaKu”. Dan apabila ia mengucapkan “Tunjukilah aku ke jalan yang lurus” Allah berfirman :“Ini bagi hambaKu dan baginya segala yang dimohon” (HR. Muslim)
Sejatinya surat al-Fatihah adalah penyembuh: kesembuhan maknawi dan kesembuhan fisik. Surat al-Fatihah mendatangkan kesembuhan bagi paham-paham yang menyimpang seperti zindiq dan ateisme; sebagaimana al-Fatihah juga mendatangkan kesembuhan bagi penyakit-penyakit lahiriah.
Dalam hadits Abu Sa’id disebutkan tentang seorang yang disengat binatang berbisa, lalu dibacakan padanya surat al-Fatihah. Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Abu Sa’id adalah sahabat yang membacakan al-Fatihah. Ketika Rasululloh melihatnya, beliau bertanya: “Apa yang engkau baca untuknya?” Abu Sa’id menjawab : “Aku membacakan untuknya Fatihah”. Rasulullah tersenyum dan bertanya: “Apa yang membuatmu tahu bahwa al-Fatihah itu penyembuh?” (HR. Bukhari dan Musim).
2.   Nama-nama Surat al-Fatihah
Disebut dengan as-Sab’ul Matsani (tujuh yang terulang), as-Shalah, Ummul Qur’an (induk al-Qur’an), asy-Syafiyah (penyembuh), al-Kafiyah (pelindung), al-Fatihah (pembuka) dan disebut pula al-Qur’anul adhzim

0 komentar:

Posting Komentar